Tuesday, November 10, 2009

UU KESEHATAN

Diketok, Pasal-Pasal UU Kesehatan Dikoreksi



JAKARTA. Banyak yang baru dari Undang-Undang (UU) tentang Kesehatan yang kemarin (14/9) resmi disahkan di Rapat Paripurna DPR. Misalnya, revisi atas UU Nomor 23 Tahun 1992 ini memerintahkan, Pemerintah Pusat dan daerah menyediakan anggaran kesehatan minimal sebesar 5% dari total bujet belanja APBN dan APBD.

Tapi, Ketua Komisi Kesehatan (IX) DPR Ribka Tjiptaning mengatakan, Pemerintah Pusat dan daerah masih punya kesempatan satu tahun untuk memenuhi anggaran kesehatan sebesar 5%. "Peraturan Pemerintah sebagai aturan pelaksana UU Kesehatan kemungkinan baru selesai tahun depan. Jadi, kenaikan anggaran baru terjadi pada 2011 mendatang," katanya.

Cuma, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata menyatakan, untuk memenuhi bujet kesehatan sebesar 5% bukan tanggung jawab Pemerintah saja tapi juga masyarakat dan pihak swasta. "Alokasi anggaran kesehatan harus diprioritaskan bagi penduduk miskin, lanjut usia, dan anak telantar," ujar dia.

Tidak cuma bujet kesehatan, Andi menambahkan, UU Kesehatan yang baru juga mengatur pemanfaatan teknologi pelayanan dalam pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sebab, "Kesehatan merupakan hak asasi setiap warga negara," katanya.

UU Kesehatan juga memuat ketentuan mengenai aborsi. Beleid ini secara tegas melarang tindakan aborsi kecuali untuk kehamilan akibat perkosaan yang menyebabkan trauma psikologis. "Kami sudah melakukan kajian dan dengar pendapat dengan ahli," ujar Ketua Panitia Khusus DPR tentang RUU Kesehatan, Umar Wahid.

Lalu, UU Kesehatan yang baru juga mengatur juga soal hak bayi memperoleh air susu ibu alias ASI secara eksklusif selama enam bulan. Kecuali dalam keadaan darurat, ASI dapat digabung dengan makanan lain dan susu formula.

UU Kesehatan juga memberikan kewenangan pada Pemerintah untuk mengendalikan harga obat esensial dan obat generik. "Ini untuk melindungi masyarakat miskin," kata Andi.


Fitri Nur Arifenie, Yohan Rubiyantoro KONTAN